Saudara-saudariku semua…
berapa banyak diantara kaum muslimin yang terjatuh pada
kesalahan dalam ibadah karena pemahaman yang salah pada istilah
syari’at yang digunakan. Semisal orang yang mencukupkan sholat dengan
berdoa tanpa gerakan yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
karena mereka memahami kata sholat secara bahasa yang berarti doa.
Salah satu istilah yang juga bisa berakibat fatal dalam pelaksanaan
ibadah seorang muslim adalah pemahaman mereka dengan kata “sunnah”.
Sebagai contoh, ketika seseorang mengingatkan saudaranya untuk tidak
isbal (isbal: menjulurkan celana sampai di bawah mata kaki) ternyata
jawabannya, “Itu bukannya sunnah ya?” Padahal tidak isbal adalah termasuk sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib dilaksanakan oleh setiap laki-laki.
Ketahuilah, kaidah penting yang
harus kita pahami bahwa setiap kata yang datang dari Allah dan
Rasul-Nya harus kita maknai dengan makna syar’i dan bukan dengan makna
bahasa.
Sunnah Secara Bahasa
Sunnah secara bahasa bermakna metode (thoriqoh), jalan (sabiil). Salah satu dalil yang menunjukkan makna ini adalah hadits dari Abu ‘Amr Jarir ibn ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang memulai sunnah yang baik dalam Islam, maka
baginya pahala dan pahala orang-orang yang mengikuti amal itu
setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa
yang memulai sunnah kejelekan maka dia menanggung dosanya dan dosa
orang-orang yang mengikuti setelahnya tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun.” (HR. Muslim)
Sebab hadits ini turun terdapat dalam hadits yang panjang yang
menceritakan tentang sekelompok orang dari suku Mudhar yang datang ke
Madinah dalam keadaan hampir telanjang dengan hanya memakai kain shuf
tebal dengan bergaris-garis yang dilubangi dari kepala. Hingga akhirnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang-orang
untuk bersedekah. Hingga datanglah seorang dari Anshar yang memberikan
sedekah dengan membawa pundi-pundi besar dan hampir tidak kuat untuk
mengangkatnya. Akhirnya setelah orang ini, orang-orang pun mengikuti
memberikan sedekah.
Maka perlu menjadi catatan di sini bahwa sunnah hasanah yang dimaksud dalam hadits ini tidak dapat dimaknai dengan bid’ah hasanah.
Terdapat beberapa alasan, yaitu
Pertama, melihat dari sebab turunnya
hadits ini yaitu tentang bersedekah, maka orang itu tidaklah berbuat
bid’ah.
Kedua, dalam hadits disebutkan tentang sunnah yang baik dalam
Islam, sedangkan bid’ah bukan berasal dari Islam.
Ketiga, dalam hadits
disebutkan adanya sunnah hasanah dan sayi’ah. Padahal setiap bid’ah adalah sesat. Keempat, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hasanah (baik) dan sayi’ah (buruk).
Padahal dalam ibadah tidaklah kita bisa menilainya dari akal, maka bagaimana kita bisa menilai suatu ibadah itu hasanah atau syai’ah (terutama teruntuk orang-orang yang menjalankan bid’ah dan menganggap itu adalah bid’ah hasanah karena menganggap amalan mereka adalah baik).
Sunnah Secara Istilah (Terminologi)
Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd Al ‘Abbad dalam kitab Al Hatstsu menjelaskan bahwa kata sunnah memiliki empat penggunaan, yaitu:
1. Sunnah dengan makna setiap yang datang dalam Al-Qur’an dan Hadits maka ia adalah sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan itu adalah jalan yang dilalui oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Tentang hal ini, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فمَن رغب عن سنَّتي فليس منِّي
Artinya: “Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah termasuk umatku.” (HR. Bukhari [5063] dan Muslim [1401])
2. Sunnah dengan makna hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu segala hal yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat (baik
fisik/moral), ketetapan dan perjalanan Nabi baik sebelum atau sesudah
menjadi Nabi. Penggunaan ini dimaknai demikian ketika kata “sunnah”
disebutkan bersamaan dengan kata “Al-Qur’an”. Dalilnya adalah sabda
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
يا أيُّها الناس! إنِّي قد تركتُ فيكم ما إن اعتصمتم به فلَن تضلُّوا أبداً: كتاب الله وسنَّة نبيِّه صلى الله عليه وسلم
“Wahai manusia! Sesungguhnya aku meninggalkan kepada kalian
sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya, maka tidak akan
tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Dan sabdanya, “Sesungguhnya aku meninggalkan kepada
kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat selamanya setelah
berpegang dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Hakim dalam Mustadrok
[1/93]). Dalil yang lain adalah perkataan para ulama ketika menyebutkan
beberapa masalah dan perkara ini didasarkan pada Kitab (Al-Qur’an),
Sunnah dan Ijma.
3. Sunnah digunakan sebagai lawan dari bid’ah. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Irbadh Ibn Sariyah,
فإنَّه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً، فعليكم بسنَّتي وسنَّة
الخلفاء المهديين الراشدين، تمسَّكوا بها وعضُّوا عليها بالنواجذ،
وإيَّاكم ومحدثات الأمور؛ فإنَّ كلَّ محدثة بدعة، وكلَّ بدعة ضلالة
“Maka sesungguhnya barangsiapa dari kalian yang berumur panjang,
akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk
berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah khalifah yang mendapatkan
hidayah dan bimbingan. Peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan gigi
geraham. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan
(bid’ah -pen). Karena segala perkara yang diada-adakan itu adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat.” (HR. Abu Dawud (4607) – dan ini adalah lafadznya – dan Tirmidzi (2676) dan Ibnu Majah (43 – 44) Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shohih”)
4. Sunnah digunakan dengan makna mandub atau mustahab
(yang dicintai), yaitu suatu perintah dalam bentuk anjuran dan tidak
dengan bentuk pewajiban. Istilah ini digunakan oleh para ahli fiqih.
Contohnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لولا أن أشقَّ على أمَّتي لأمرتهم بالسواك عند كلِّ صلاة
“Sekiranya tidaklah memberatkan umatku, maka aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak sholat.” (HR. Bukhari [887] dan Muslim [252]).
Maka bersiwak setiap kali hendak sholat tidak diwajibkan akan tetapi hanya sampai batasan anjuran. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mewajibkan perintah bersiwak setiap kali akan sholat karena takut memberatkan umatnya.
Dalam penyebutan kata sunnah secara umum maka dimaknai dengan makna
pertama yaitu syari’at yang sempurna ini. Setelah mengetahui makna
sunnah baik secara bahasa dan secara istilah syar’i, maka hendaklah
kini kita lebih berhati-hati dalam menjalankan amal ibadah kita. Semoga
tidak ada yang terjebak dengan istilah sunnah hasanah dengan sunnah sayi’ah sehingga seseorang memaknai adanya bid’ah hasanah dan sayi’ah dan menganggap amalan yang dia kerjakan adalah ibadah dan termasuk bid’ah hasanah. Dan juga semoga tidak ada yang beralasan tidak menjalankan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi w asallam
yang merupakan kewajiban baginya – misalnya memakai jilbab yang syar’i,
makan dan minum dengan tangan kanan dan yang lainnya – dengan
beralasan itu adalah sunnah (dengan makna mustahab). Wallahul musta’an.
Maraji’:
- Al Hatstsu ‘ala Ittiba’is Sunnati wa Tahdziru minal bida’i wa Bayanu Khotoriha. Syaikh Abdul Muhsin ibn Hamd al ‘Abbad.
- Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh M. Nashiruddin Al Albani jilid 1. Imam Nawawi. Cetakan Duta Ilmu. 2003.
- Penjelasan kitab Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal oleh Ustadz Aris Munandar (catatan kajian ilmiyah).
Muroja’ah: Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi
Sumber : Muslimah.Or.Id
Muslim STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar