Segala
puji bagi Allah yang telah menunjukkan jalan yang lurus dan mengangkat
hamba terkasih-Nya sebagai pemandu menuju-Nya. Salawat dan salam
semoga tercurah kepada Muhammad sebaik-baik nabi dan utusan, dan juga
bagi para sahabat serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Amma ba’du.
Ayat-ayat al-Qur’an yang begitu indah dan menakjubkan, memberikan
kepada kita gambaran yang jelas mengenai karakter dan hakekat jalan yang
lurus. Jalan yang setiap hari kita mohon kepada Allah untuk ditunjuki
kepadanya. Jalan yang akan mengantarkan penempuhnya menuju surga dan
kebahagiaan, serta melemparkan orang yang melenceng darinya menuju
neraka dan kesengsaraan.
Memadukan antara ilmu dan amal
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Yaitu jalannya
orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang
yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.” (QS. al-Fatihah: 7).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa hakekat jalan yang lurus itu akan diperoleh dengan cara mengenali kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Dengan
ucapan anda ‘Ihdinash shirathal mustaqim’ itu artinya anda telah
meminta kepada Allah ta’ala ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 12).
Syaikh Abdurrazzaq al-Badr hafizhahullah berkata, “Maka
orang yang diberi nikmat atas mereka yaitu orang yang berilmu sekaligus
beramal. Adapun orang-orang yang dimurkai yaitu orang-orang yang
berilmu namun tidak beramal. Sedangkan orang-orang yang tersesat ialah
orang-orang yang beramal tanpa landasan ilmu.” (Tsamrat al-’Ilmi al-’Amalu, hal. 14). Ibnul Qayyim rahimahullah
menjelaskan bahwa penyebab orang terjerumus dalam kesesatan ialah
rusaknya ilmu dan keyakinan. Sedangkan penyebab orang terjerumus dalam
kemurkaan ialah rusaknya niat dan amalan (lihat al-Fawa’id, hal. 21)
Memadukan antara tauhid dan ketaatan
Allah ta’ala berfirman memberitakan ucapan Nabi ‘Isa ‘alaihis salam (yang artinya), “Maka
bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah aku. Sesungguhnya Allah
adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang
lurus.” (QS. Ali Imran: 50-51, lihat juga QS. Az-Zukhruf: 63-64).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Inilah, yaitu
penyembahan kepada Allah, ketakwaan kepada-Nya, serta ketaatan kepada
rasul-Nya merupakan ‘jalan lurus’ yang mengantarkan kepada Allah dan
menuju surga-Nya, adapun yang selain jalan itu maka itu adalah
jalan-jalan yang menjerumuskan ke neraka.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 132). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Sesungguhnya
kebenaran itu hanya satu, yaitu jalan Allah yang lurus, tiada jalan
yang mengantarkan kepada-Nya selain jalan itu. Yaitu beribadah kepada
Allah tanpa mempersekutukan-Nya dengan apapun, dengan cara menjalankan
syari’at yang ditetapkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam, bukan dengan [landasan] hawa nafsu maupun bid’ah-bid’ah…” (at-Tafsir al-Qayyim, hal. 116-117)
Dalam surat Maryam, Allah ta’ala juga memberitakan ucapan Isa ‘alaihis salam tersebut (yang artinya), “Dan sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Maryam: 36).
Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa makna ‘sembahlah Dia’ adalah: ikhlaskan ibadah kepada-Nya, bersungguh-sungguhlah dalam inabah (taubat dan semakin taat) kepada-Nya. Di dalam ungkapan ‘Sesungguhnya Allah adalah Rabbku dan Rabb kalian maka sembahlah Dia’ terkandung penetapan tauhid rububiyah dan tauhid uluhiyah, serta berargumentasi dengan tauhid yang pertama (rububiyah) untuk mewajibkan tauhid yang kedua (uluhiyah) (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 493)
Bahkan, Allah sendiri telah menegaskan bahwa tauhid dan ketaatan
kepada-Nya inilah jalan yang lurus itu, bukan penyembahan dan ketaatan
kepada syaitan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah
Aku telah berpesan kepada kalian, wahai keturunan Adam; Janganlah
kalian menyembah syaitan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi
kalian. Dan sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 60-61). Syaikh as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, bahwa yang dimaksud ‘mentaati syaitan’ itu mencakup segala
bentuk kekafiran dan kemaksiatan. Adapun jalan yang lurus itu adalah
beribadah kepada Allah, taat kepada-Nya, dan mendurhakai syaitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 698)
Perlu diingat, bahwa ketaatan kepada Rasul pada hakekatnya merupakan
ketaatan kepada Allah, tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada rasul itu, sesungguhnya dia telah taat kepada Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80).
Ayat ini menunjukkan bahwa semua orang yang taat kepada Rasulullah
dalam hal perintah dan larangannya sesungguhnya telah taat kepada Allah
ta’ala. Karena rasul tidaklah memerintah dan melarang kecuali
dengan perintah dari Allah, dengan syari’at dan wahyu dari-Nya.
Sehingga hal ini menunjukkan ‘ishmah/keterpeliharaan diri Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah memerintahkan taat kepada beliau secara mutlak (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 189)
Kata Kunci
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada empat kata kunci
agar seorang hamba bisa berjalan di atas jalan yang lurus, yaitu:
- Ilmu, karena dengan ilmu ini maka dia akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana tauhid mana syirik, mana sunnah mana bid’ah, mana taat mana maksiat, dst.
- Amal, karena dengan mengamalkan ilmunya dia akan terbebas dari kemurkaan Allah, bahkan dia akan mendapatkan tambahan petunjuk karenanya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang mengikuti petunjuk itu, maka Allah akan menambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah berikan kepada mereka ketakwaan mereka.” (QS. Muhammad: 17). Di dalam ayat yang mulia ini Allah menjanjikan dua balasan bagi orang yang mengikuti petunjuk (baca: mengamalkan ilmunya), yaitu: ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 787)
- Tauhid, karena dengan memahami dan melaksanakan tauhid maka seorang hamba telah mewujudkan tujuan hidupnya dan berada di atas jalan yang akan mengantarkannya ke surga, jika dia istiqomah di atasnya hingga ajal tiba.
- Taat, karena dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan berarti dia telah menunjukkan penghambaannya kepada Allah dan kepatuhannya kepada Rasulullah, sehingga dia akan mendapatkan keberuntungan -di dunia maupun di akherat- sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya. Allahu a’lam.
Sumber : Muslim.Or.Id
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar