Rabu, 06 November 2013

KEUTAMAAN PUASA ‘ASYURA

Mungkin bulan-bulan yang sering kita dengar adalah bulan-bulan pada penanggalan kalender masehi. Namun sebagai seorang muslim, kita harus mengetahui bulan-bulan yang ada pada penanggalan kalender hijriyah. Dan di dalam kalender hijriyah, terdapat empat bulan yang disebut bulan-bulan haram.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…” (QS. At-Taubah: 36).
Adapun bulan-bulan yang telah Allah tetapkan sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan, ed) adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Insyaa Allah pada kesempatan kali ini, kita akan membahas suatu amalan yang agung, yang terdapat di dalam salah satu di antara bulan-bulan yang haram. Amalan tersebut adalah Puasa ‘Asyura yang jatuh pada tanggal sepuluh di bulan Muharram.

Keutamaan Amalan Puasa

Sebelum membahas keutamaan Puasa ‘Asyura, sungguh puasa itu sendiri adalah amalan yang Allah sendiri akan membalasnya, dan dilipatkan gandakan tanpa batas pahalanya.
Bacalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (yang artinya), “Setiap amalan kebaikan anak Adam akan di lipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Muslim)
Kemudian sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (yang artinya), “Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Keutamaan Puasa ‘Asyura

Setelah membaca hadits-hadits Nabi secara umum tentang keutamaan orang yang berpuasa, di dalam bulan Muharram terdapat anjuran secara khusus untuk berpuasa pada Hari ‘Asyura.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya), “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini disebutkan bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu bulan Muharram. Dan di dalam bulan Muharram terdapat anjuran untuk berpuasa di Hari ‘Asyura.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya), “Puasa ‘Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)
Kemudian terdapat suatu hadits yang menceritakan bahwa seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tentang pahala puasa hari ‘asyura. Maka Rasulullah menjawab: Aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa-dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Hukum Puasa ‘Ayura

Shahabat ‘Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengerjakan Puasa ‘Asyura dan memerintahkan kepada para shahabat untuk berpuasa. Ketika puasa Ramadhan diwajibkan, Rasulullah meninggalkan hal tersebut- yakni berhenti mewajibkan mereka mengerjakan dan hukumnya menjadi mustahab (sunnah).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kemudian perkataan shahabat Mu’awiyyah Radhiyallahu ‘anhu, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: Hari ini adalah hari ‘Asyura. Allah tidak mewajibkan atas kalian berpuasa padanya, tetapi aku berpuasa, maka barang siapa yang ingin berpuasa, maka berpuasalah. Dan barangsiapa yang ingin berbuka (tidak berpuasa), maka berbukalah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari kedua hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum bepuasa pada Hari ‘Asyura adalah mustahab (dianjurkan), yang sebelumnya adalah wajib. Tatkala disyariatkan Puasa Ramadhan, maka hukum Puasa ‘Asyura menjadi Sunnah

Menambah Puasa pada Tanggal Sembilan Muharram

Dianjurkan untuk menambah Puasa ‘Asyura pada tanggal sembilan Muharram, dalam rangka menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. ‘Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melakukan puasa hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, kemudian pada saat itu ada yang berkata, “Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashara.” Lantas Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan, “Apabila tiba tahun depan –insyaa Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” ‘Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Belum sampai tahun depan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim)

Semangat Dalam Mengerjakan Amalan Sunnah

Meskipun hukum melaksanakan Puasa ‘Asyura adalah dianjurkan, hendaknya seorang muslim tetap semangat dalam melaksanakan amalan-amalan sunnah. Karena hal ini menjadi salah satu sebab Allah akan mencintainya. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Qudsi, “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya…” (HR. Al-Bukhari)
Dalam shahihain, dari ‘Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah ditanya tentang hari ‘Asyura, maka beliau menjawab: Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam begitu menjaga keutamaan satu hari diatas hari-hari lainnya, melebihi hari ini (maksudnya, hari ‘Asyura) dan bulan yang ini (maksudnya, bulan Ramadhan).” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sendiri sangat bersemangat dalam menjaga amalan Puasa ‘Asyura. Dan kita sebagai seseorang yang mengaku mencintai Nabi, hendaknya kita mencontoh amalan-amalan yang dilakukan oleh Beliau, meskipun dalam perkara yang bukan wajib. Semoga Allah memudahkan kita dalam melaksanakan salah satu syariat-Nya, dan semoga Allah menerima amalan kita. [Wiwit Hardi Priyanto*]
* Penulis adalah Alumni Ma’had al-‘Ilmi dan sekarang menjadi anggota takmir mahasiswa di Masjid al-Ashri Pogung Rejo; 300 m sebelah utara Fakultas Teknik UGM.

Sumber : Muslim.Or.Id
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar