Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, merupakan kebahagiaan tak terkira tatkala Allah memilih kita diantara sekian banyak manusia untuk menjadi muslim. Sebab dengan Islam itulah seorang insan akan meraih berbagai keutamaan dan pahala. Sebaliknya, tanpa Islam lenyaplah segala kebahagiaan dan kesuksesan.
Diantara perkara yang membuat hati semakin bergembira dan lapang ialah tatkala kita mengetahui bahwa surga yang penuh dengan kenikmatan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berpegang teguh dengan Islam secara lahir dan batin. Bukan hanya Islam secara penampilan, namun juga Islam yang tumbuh dari dalam relung hatinya.
Berangkat dari sanalah, semestinya kita sebagai seorang muslim untuk terus menambah syukur kita kepada Allah Ta’ala. Tidak henti-hentinya Allah curahkan sekian banyak nikmat dan karunia kepada kita, sampai detik ini. Nikmat-nikmat yang menjadi sebab keberlangsungan hidup kita di alam dunia.
Bukan hanya hidup secara jasmani, namun juga hidup secara rohani. Bukankah banyak orang yang hidup tetapi gaya hidupnya tidak jauh berbeda dengan binatang, tidak lebih mulia daripada anjing dan babi. Mereka hidup hanya demi pemuasan hawa nafsu dan mengejar ambisi dunia yang fana. Padahal, Allah Ta’ala menegaskan hikmah penciptaan kita dalam firman-Nya (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Raih Kemuliaan Dengan Ibadah
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, inilah kadar kemuliaan dan martabat tinggi yang Allah tawarkan kepada umat manusia jika mereka mau taat dan patuh kepada ajaran-ajaran-Nya. Derajat hamba Allah, derajat tinggi insan pilihan dan hamba jempolan. Bukan derajat rendahan yang diperebutkan oleh manusia-manusia pemuja akal dan hawa nafsunya.
Seorang ulama, ‘Abdullah Ibnu Mubarak rahimahullah berkata, “Jika seorang telah mengenali kadar dirinya sendiri [hawa nafsu] niscaya dia akan memandang dirinya [bisa jadi] jauh lebih hina daripada seekor anjing.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/29])
Itulah yang terjadi dan itulah yang merebak di tengah-tengah manusia. Ketika mereka lebih mengutamakan dan memuja selain-Nya. Padahal, mereka diciptakan untuk sebuah tujuan mulia, yaitu untuk mentauhidkan-Nya; beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. “Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” Inilah kemuliaan jati diri seorang hamba.
Syaikh Zaid bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah berkata, “Patut dimengerti, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah melainkan dia condong beribadah kepada selain Allah. Mungkin orang itu tidak tampak memuja patung atau berhala. Tidak tampak memuja matahari dan bulan. Akan tetapi, sebenarnya dia sedang menyembah hawa nafsu yang menjajah hatinya sehingga memalingkannya dari beribadah kepada Allah.” (lihat Thariq Al Wushul ila Idhah Ats Tsalatsah Al Ushul, hal. 147)
Memurnikan Keimanan dari Segala Kezhaliman
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sebagai seorang muslim kita menyadari bahwa mewujudkan nilai-nilai keislaman tidaklah hanya terhenti pada mengikrarkan dua kalimat syahadat, menjalankan shalat, membayar zakat, atau puasa Ramadhan. Lebih daripada itu semua, keislaman yang hakiki menuntut kita untuk benar-benar menjadi hamba Allah, yaitu orang yang mengabdi dan beribadah kepada-Nya semata, tidak kepada selain-Nya. Seorang muslim harus menjaga dirinya dari segala bentuk kezhaliman, dan yang terbesar ialah mempersekutukan-Nya dalam beribadah [baca: syirik].
Mengenai hal ini, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezhaliman, maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah” (QS. Al An’aam : 82).
Seorang sahabat Nabi yang mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika turun ayat “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezhaliman (yaitu syirik), maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah” (QS. al-An’aam: 82). Maka, hal itu terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun mengadu, “Siapakah diantara kami ini yang tidak menzhalimi dirinya sendiri?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti yang kalian sangka. Sesungguhnya yang dimaksud adalah seperti yang dikatakan Luqman kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik. Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar” (QS. Luqman: 13).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah perkara yang ditetapkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah ; Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku, adalah untuk Allah Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku termasuk orang yang pertama-tama pasrah” (QS. al-An’am: 162-163).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menanyakan kepada beliau tentang iman, islam, dan ihsan. Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu Islam?”. Beliau menjawab, “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan shalat wajib, membayar zakat yang telah diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah Satu Keutamaan Tauhid
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya -Abu Thalib- menjelang kematiannya, “Ucapkanlah laa ilaha illallah! Yang dengan kalimat itu aku akan bersaksi untuk menyelamatkanmu pada hari kiamat” Akan tetapi pamannya itu enggan. Maka Allah menurunkan ayat (yang artinya), “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan petunjuk (hidayah taufik) kepada orang yang kamu cintai...” (QS. Al Qashash : 56)” (HR. Muslim).
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba adalah mereka harus menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba yang pasti diberikan Allah ‘azza wa jalla adalah Dia tidak akan menyiksa [kekal di neraka, pent] orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Di antara keutamaan tauhid yang paling agung adalah ia merupakan sebab yang menghalangi kekalnya seorang di dalam neraka, yaitu apabila di dalam hatinya masih terdapat tauhid meskipun seberat biji sawi. Kemudian, apabila tauhid itu sempurna di dalam hati maka akan menghalangi masuk neraka secara keseluruhan (tidak masuk neraka sama sekali)” (lihat Al Qaul As Sadid fi Maqashid At Tauhid, hal. 17).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, niscaya dia masuk ke dalam neraka” Dan aku -Ibnu Mas’ud- berkata, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia pasti akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam! Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa hampir sepenuh isi bumi lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan mendatangimu dengan ampunan sebesar itu pula” (HR. Tirmidzi, dan beliau nilai derajatnya hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berkata kepada penghuni neraka yang paling ringan siksaannya, ‘Seandainya kamu memiliki kekayaan seluruh isi bumi ini apakah kamu mau menebus siksa dengannya?”. Dia menjawab, ‘Iya.’ Allah berfirman, “Sungguh Aku telah meminta kepadamu sesuatu yang lebih ringan daripada hal itu tatkala kamu masih berada di tulang sulbi Adam yaitu agar kamu tidak mempersekutukan-Ku, akan tetapi kamu tidak mau patuh (enggan) dan justru memilih untuk berbuat syirik.‘.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari sinilah, kita mengetahui betapa agung kedudukan tauhid dalam diri seorang muslim. Karena dengan tauhid itulah kebahagiaan dunia dan akhirat akan bisa digapai olehnya. Hanya kepada Allah jua, kita memohon keteguhan di atas agama-Nya.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis : Ustadz Ari Wahyudi, S.Si
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, merupakan kebahagiaan tak terkira tatkala Allah memilih kita diantara sekian banyak manusia untuk menjadi muslim. Sebab dengan Islam itulah seorang insan akan meraih berbagai keutamaan dan pahala. Sebaliknya, tanpa Islam lenyaplah segala kebahagiaan dan kesuksesan.
Diantara perkara yang membuat hati semakin bergembira dan lapang ialah tatkala kita mengetahui bahwa surga yang penuh dengan kenikmatan hanya diperuntukkan bagi mereka yang berpegang teguh dengan Islam secara lahir dan batin. Bukan hanya Islam secara penampilan, namun juga Islam yang tumbuh dari dalam relung hatinya.
Berangkat dari sanalah, semestinya kita sebagai seorang muslim untuk terus menambah syukur kita kepada Allah Ta’ala. Tidak henti-hentinya Allah curahkan sekian banyak nikmat dan karunia kepada kita, sampai detik ini. Nikmat-nikmat yang menjadi sebab keberlangsungan hidup kita di alam dunia.
Bukan hanya hidup secara jasmani, namun juga hidup secara rohani. Bukankah banyak orang yang hidup tetapi gaya hidupnya tidak jauh berbeda dengan binatang, tidak lebih mulia daripada anjing dan babi. Mereka hidup hanya demi pemuasan hawa nafsu dan mengejar ambisi dunia yang fana. Padahal, Allah Ta’ala menegaskan hikmah penciptaan kita dalam firman-Nya (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyat : 56)
Raih Kemuliaan Dengan Ibadah
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, inilah kadar kemuliaan dan martabat tinggi yang Allah tawarkan kepada umat manusia jika mereka mau taat dan patuh kepada ajaran-ajaran-Nya. Derajat hamba Allah, derajat tinggi insan pilihan dan hamba jempolan. Bukan derajat rendahan yang diperebutkan oleh manusia-manusia pemuja akal dan hawa nafsunya.
Seorang ulama, ‘Abdullah Ibnu Mubarak rahimahullah berkata, “Jika seorang telah mengenali kadar dirinya sendiri [hawa nafsu] niscaya dia akan memandang dirinya [bisa jadi] jauh lebih hina daripada seekor anjing.” (lihat Min A’lam as-Salaf [2/29])
Itulah yang terjadi dan itulah yang merebak di tengah-tengah manusia. Ketika mereka lebih mengutamakan dan memuja selain-Nya. Padahal, mereka diciptakan untuk sebuah tujuan mulia, yaitu untuk mentauhidkan-Nya; beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. “Hanya kepada-Mu kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” Inilah kemuliaan jati diri seorang hamba.
Syaikh Zaid bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah berkata, “Patut dimengerti, sesungguhnya tidak ada seorang pun yang meninggalkan ibadah kepada Allah melainkan dia condong beribadah kepada selain Allah. Mungkin orang itu tidak tampak memuja patung atau berhala. Tidak tampak memuja matahari dan bulan. Akan tetapi, sebenarnya dia sedang menyembah hawa nafsu yang menjajah hatinya sehingga memalingkannya dari beribadah kepada Allah.” (lihat Thariq Al Wushul ila Idhah Ats Tsalatsah Al Ushul, hal. 147)
Memurnikan Keimanan dari Segala Kezhaliman
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, sebagai seorang muslim kita menyadari bahwa mewujudkan nilai-nilai keislaman tidaklah hanya terhenti pada mengikrarkan dua kalimat syahadat, menjalankan shalat, membayar zakat, atau puasa Ramadhan. Lebih daripada itu semua, keislaman yang hakiki menuntut kita untuk benar-benar menjadi hamba Allah, yaitu orang yang mengabdi dan beribadah kepada-Nya semata, tidak kepada selain-Nya. Seorang muslim harus menjaga dirinya dari segala bentuk kezhaliman, dan yang terbesar ialah mempersekutukan-Nya dalam beribadah [baca: syirik].
Mengenai hal ini, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezhaliman, maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah” (QS. Al An’aam : 82).
Seorang sahabat Nabi yang mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ketika turun ayat “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezhaliman (yaitu syirik), maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah” (QS. al-An’aam: 82). Maka, hal itu terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka pun mengadu, “Siapakah diantara kami ini yang tidak menzhalimi dirinya sendiri?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti yang kalian sangka. Sesungguhnya yang dimaksud adalah seperti yang dikatakan Luqman kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik. Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar” (QS. Luqman: 13).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah perkara yang ditetapkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah ; Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku, adalah untuk Allah Tuhan seru sekalian alam, tiada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku, dan aku termasuk orang yang pertama-tama pasrah” (QS. al-An’am: 162-163).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menanyakan kepada beliau tentang iman, islam, dan ihsan. Lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu Islam?”. Beliau menjawab, “Islam adalah kamu beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kamu mendirikan shalat wajib, membayar zakat yang telah diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Salah Satu Keutamaan Tauhid
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada pamannya -Abu Thalib- menjelang kematiannya, “Ucapkanlah laa ilaha illallah! Yang dengan kalimat itu aku akan bersaksi untuk menyelamatkanmu pada hari kiamat” Akan tetapi pamannya itu enggan. Maka Allah menurunkan ayat (yang artinya), “Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan petunjuk (hidayah taufik) kepada orang yang kamu cintai...” (QS. Al Qashash : 56)” (HR. Muslim).
Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas hamba adalah mereka harus menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba yang pasti diberikan Allah ‘azza wa jalla adalah Dia tidak akan menyiksa [kekal di neraka, pent] orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan Muslim).
Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Di antara keutamaan tauhid yang paling agung adalah ia merupakan sebab yang menghalangi kekalnya seorang di dalam neraka, yaitu apabila di dalam hatinya masih terdapat tauhid meskipun seberat biji sawi. Kemudian, apabila tauhid itu sempurna di dalam hati maka akan menghalangi masuk neraka secara keseluruhan (tidak masuk neraka sama sekali)” (lihat Al Qaul As Sadid fi Maqashid At Tauhid, hal. 17).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, niscaya dia masuk ke dalam neraka” Dan aku -Ibnu Mas’ud- berkata, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia pasti akan masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam! Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa hampir sepenuh isi bumi lalu kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan mendatangimu dengan ampunan sebesar itu pula” (HR. Tirmidzi, dan beliau nilai derajatnya hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berkata kepada penghuni neraka yang paling ringan siksaannya, ‘Seandainya kamu memiliki kekayaan seluruh isi bumi ini apakah kamu mau menebus siksa dengannya?”. Dia menjawab, ‘Iya.’ Allah berfirman, “Sungguh Aku telah meminta kepadamu sesuatu yang lebih ringan daripada hal itu tatkala kamu masih berada di tulang sulbi Adam yaitu agar kamu tidak mempersekutukan-Ku, akan tetapi kamu tidak mau patuh (enggan) dan justru memilih untuk berbuat syirik.‘.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari sinilah, kita mengetahui betapa agung kedudukan tauhid dalam diri seorang muslim. Karena dengan tauhid itulah kebahagiaan dunia dan akhirat akan bisa digapai olehnya. Hanya kepada Allah jua, kita memohon keteguhan di atas agama-Nya.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis : Ustadz Ari Wahyudi, S.Si
Sumber : Buletin At-Tauhid
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA