Selasa, 25 September 2018

*Adab Makan Penuh Barokah (1)*


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berkuliner ria sungguh menyenangkan. Bisa menyantap berbagai menu masakan setiap harinya dengan berbagai variasi benar-benar sesuatu hal yang menyenangkan hati sebagian orang. Namun satu hal yang patut diingat seorang muslim bahwasanya dalam kita menyantap makanan, Islam telah memberikan kita contoh bagaimanakah adab yang harus dilakukan. Dengan melakukan adab ini, acara santap makan yang awalnya sekedar untuk mengenyangkan perut dan menguatkan badan, tentu akan lebih bertambah berkah (barokah). Kebaikan yang banyak akan diperoleh saat itu karena merutinkan adab dalam makan ini. Ditambah lagi ia akan lepas dari gangguan musuhnya yaitu setan ketika ia menyantap secuil makanan. Apa sajakah adab-adab makan yang diajarkan oleh Islam? 

Berikut beberapa adab di antaranya:

*Pertama: Mengucapkan tasmiyah*


Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya).[1]
Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
“Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya.[2]
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan tasmiyah ketika makan adalah bacaan ‘bismillah’.”[3] Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika disebut tasmiyah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillah”. Sedangkan jika disebut basmalah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”.[4] Al Fakihaani rahimahullah mengatakan, “Tidak perlu menambahkan ‘ar rohman ar rohiim’. Namun jika terlanjur mengucapkannya, maka tidak kena dosa apa-apa.”[5]


*Kedua: Makan dengan tangan kanan*

Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat,
« إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ ».
Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kirinya pula.”[6]

*Ketiga: Tidak makan yang di hadapan orang lain (ketika makan dalam satu nampan)*

Dari ‘Umar bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu.”[7]


*Keempat: Makan dari sisi luar (pinggir), tidak dari tengah*

Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ
Barokah itu turun di tengah-tengah makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan jangan memulai dari tengahnya.[8]

*Kelima: Tidak makan dalam keadaan bersandar*

Dari hadits Abu Juhaifah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّا أَنَا فَلاَ آكُلُ مُتَّكِئًا
Adapun saya tidak suka makan sambil bersandar.[9] Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa bersandar di sini sifatnya umum, tidak dikhususkan bentuk bersandar dengan sifat tertentu.[10]

— bersambung insya Allah —



[1] HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih
[2] HR. Muslim no. 2017
[3] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 9/521, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
[4] Al Futuhaat Ar Robbaniyah ‘ala Adzkar An Nawawiyah, Ibnu ‘Allan, 5/120, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah,cetakan pertama, 1424 H.
[5] Al Futuhaat Ar Robbaniyah ‘ala Adzkar An Nawawiyah, 5/128-129.
[6] HR. Muslim no. 2020
[7] HR. Bukhari no. 5376
[8] HR. Tirmidzi no. 1805 dan Ibnu Hibban no. 5245. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[9] HR. Tirmidzi no. 1830 dan Ibnu Hibban no. 5240. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[10] Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdirrahim Al Mubarakfuri Abul ‘Alaa, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut, 5/454


*Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc.*
-          Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
-          S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia.
-          Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi.
-          Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul.

-    Sumber : https://rumaysho.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar