Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berkuliner ria sungguh menyenangkan. Bisa
menyantap berbagai menu masakan setiap harinya dengan berbagai variasi
benar-benar sesuatu hal yang menyenangkan hati sebagian orang. Namun satu hal
yang patut diingat seorang muslim bahwasanya dalam kita menyantap makanan,
Islam telah memberikan kita contoh bagaimanakah adab yang harus dilakukan.
Dengan melakukan adab ini, acara santap makan yang awalnya sekedar untuk
mengenyangkan perut dan menguatkan badan, tentu akan lebih bertambah berkah
(barokah). Kebaikan yang banyak akan diperoleh saat itu karena merutinkan adab
dalam makan ini. Ditambah lagi ia akan lepas dari gangguan musuhnya yaitu setan
ketika ia menyantap secuil makanan. Apa sajakah adab-adab makan yang diajarkan
oleh Islam?
Berikut beberapa adab di antaranya:
*Pertama:
Mengucapkan tasmiyah*
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ
اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى
أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian
makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk
menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: ‘Bismillaahi
awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)’.“[1]
Dari Hudzaifah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ
أَنْ لاَ يُذْكَرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah
mengatakan, “Yang dimaksud dengan tasmiyah ketika makan adalah bacaan ‘bismillah’.”[3] Ibnu ‘Allan Asy Syafi’i
rahimahullah mengatakan, “Jika disebut tasmiyah, maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillah”.
Sedangkan jika disebut basmalah,
maka yang dimaksud adalah ucapan “bismillahir rohmaanir rohiim”.[4] Al Fakihaani rahimahullah
mengatakan, “Tidak perlu menambahkan ‘ar rohman ar rohiim’. Namun
jika terlanjur mengucapkannya, maka tidak kena dosa apa-apa.”[5]
*Kedua: Makan
dengan tangan kanan*
Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah
riwayat,
« إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ
الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ ».
“Jika seseorang di antara kalian makan,
maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum maka hendaknya juga
minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kiri dan minum
dengan tangan kirinya pula.”[6]
*Ketiga: Tidak makan yang di hadapan orang lain (ketika makan
dalam satu nampan)*
Dari ‘Umar bin Abi Salamah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda padanya,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ
بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Wahai anak, sebutlah nama Allah, dan
makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah yang ada di hadapanmu.”[7]
*Keempat: Makan dari sisi luar (pinggir), tidak dari tengah*
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ
فَكُلُوا مِنْ حَافَتَيْهِ وَلاَ تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ
“Barokah itu turun di tengah-tengah
makanan, maka mulailah makan dari pinggirnya dan jangan memulai dari tengahnya.”[8]
*Kelima: Tidak makan dalam keadaan bersandar*
Dari hadits Abu Juhaifah, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّا أَنَا فَلاَ آكُلُ مُتَّكِئًا
“Adapun saya tidak suka makan sambil
bersandar.”[9] Al Hafizh Ibnu Hajar
menyatakan bahwa bersandar di sini sifatnya umum, tidak dikhususkan bentuk
bersandar dengan sifat tertentu.[10]
— bersambung insya Allah
—
[1] HR. Abu Daud no. 3767 dan
At Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih
[2] HR. Muslim no. 2017
[3] Lihat Fathul Bari, Ibnu
Hajar Al Asqolani, 9/521, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379.
[4] Al Futuhaat Ar Robbaniyah
‘ala Adzkar An Nawawiyah, Ibnu ‘Allan, 5/120, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah,cetakan
pertama, 1424 H.
[5] Al Futuhaat Ar Robbaniyah
‘ala Adzkar An Nawawiyah, 5/128-129.
[6] HR. Muslim no. 2020
[7] HR. Bukhari no. 5376
[8] HR. Tirmidzi no. 1805 dan
Ibnu Hibban no. 5245. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih.
[9] HR. Tirmidzi no. 1830 dan
Ibnu Hibban no. 5240. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih.
[10] Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad
‘Abdurrahman bin ‘Abdirrahim Al Mubarakfuri Abul ‘Alaa, Darul Kutub Al
‘Ilmiyyah, Beirut, 5/454
Baca selengkapnya https://rumaysho.com/1550-adab-makan-penuh-barokah-1.html
*Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc.*
-
Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
-
S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud
University, Riyadh, Saudi Arabia.
-
Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh
Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi.
-
Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin,
Panggang, Gunungkidul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar