Berikut adalah lanjutan adab-adab makan pada seri sebelumnya.
*Keenam: Tidak menjelek-jelekkan makanan yang tidak
disukai*
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
مَا عَابَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – طَعَامًا
قَطُّ ، إِنِ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ
“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mencela suatu makanan sekali pun dan seandainya beliau menyukainya maka beliau
memakannya dan bila tidak menyukainya beliau meninggalkannya (tidak
memakannya).”[1] Ibnu
Baththol rahimahullah mengatakan,
“Inilah adab yang baik kepada Allah Ta’ala. Karena jika seseorang telah
menjelek-jelekkan makanan yang ia tidak sukai, maka seolah-olah dengan ucapan
jeleknya itu, ia telah menolak rizki Allah.”[2]
*Ketujuh: Makan secara bersama-sama dan tidak makan sendirian*
Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ
« فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى
طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ ». قَالَ
أَبُو دَاوُدَ إِذَا كُنْتَ فِى وَلِيمَةٍ فَوُضِعَ الْعَشَاءُ فَلاَ تَأْكُلْ
حَتَّى يَأْذَنَ لَكَ صَاحِبُ الدَّارِ.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan
tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda, “Kemungkinan kalian makan
sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau
bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama,
dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.”[3] Ibnu
Baththol berkata, “Makan secara bersama-sama adalah salah satu sebab datangnya
barokah ketika makan.”[4]
*Kedelapan: Tidak membiarkan suapan makanan yang terjatuh*
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَتْ لُقْمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَأْخُذْهَا
فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى وَلْيَأْكُلْهَا وَلاَ يَدَعْهَا
لِلشَّيْطَانِ
“Apabila suapan makanan salah seorang di
antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah
bagian yang bersih. Jangan dibiarkan suapan tersebut dimakan setan.”[5]
*Kesembilan: Menjilat tangan sebelum mencuci atau mengusapnya*
Lanjutan dari hadits Jabir sebelumnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
وَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ بِالْمِنْدِيلِ حَتَّى يَلْعَقَ
أَصَابِعَهُ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى فِى أَىِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةُ
“Janganlah dia sapu tangannya dengan serbet
sebelum dia jilati jarinya. Karena dia tidak tahu makanan mana yang membawa
berkah.”[6]
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan,
“Menjilat jari (seusai makan) adalah sesuatu yang disyari’atkan (dianjurkan).
Alasannya sebagaimana yang disebutkan di akhir hadits, yaitu karena orang yang
makan tidak mengetahui di manakah barokah yang ada pada makanannya. Makanan
yang disajikan pada orang yang makan benar-benar ada barokahnya. Namun tidak
diketahui apakah barokahnya ada pada makanan yang dimakan, atau pada makanan
yang tersisa pada jari atau pada mangkoknya, atau pada suapan yang terjatuh.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya seseorang memperhatikan ajaran ini agar
ketika makan pun bisa meraih barokah. Pengertian barokah pada asalnya adalah bertambahnya
dan tetapnya kebaikan serta mendapatkan kesenangan dengannya.”[7]
An Nawawi rahimahullah mengatakan
bahwa dibolehkan mengusap tangan dengan serbet, namun yang sesuai sunnah
(ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam) dilakukan
setelah menjilat jari.[8]
*Kesepuluh: Memuji Allah dan berdo’a seusai makan*
Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan
memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut.
Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى
هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا
تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian
mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min
ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah
memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan
dariku), *maka diampuni dosanya yang telah lalu.*”[9]
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah
makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ
الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ
عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada
hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum”[10] An Nawawi rahimahullah
mengatakan,
“Jika
seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah
dikatakan menjalankan sunnah.”[11]
*Kesebelas: Mendo’akan orang yang menyajikan makanan*
Do’a yang bisa dibaca:
اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ
أَسْقَانِى
“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man
asqoonii”
[Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah
minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku][12]
*Keduabelas: Mencuci tangan untuk membersihkan sisa-sisa makanan*
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِذَا بَاتَ أَحَدُكُمْ وَفِى يَدِهِ غَمَرٌ فَأَصَابَهُ شَىْءٌ فَلاَ يَلُومَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
“Jika salah seorang dari kalian tidur dan di
tangannya terdapat minyak samin (sisa makanan) kemudian mengenainya, maka
janganlah mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”[13]
Moga dengan adab-adab yang kami sajikan ini, rutinitas
makan kita bukan hanya ingin menguatkan badan saja, namun bisa bernilai ibadah
dan mendapatkan barokah, yaitu kebaikan yang melimpah dari sisi Allah. Wallahu
waliyyut taufiq.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga
dan sahabatnya.
-Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihaat-
Panggang-GK, 29th Shafar 1432 H (2/2/2011)
[1] HR. Bukhari
no. 5409.
[2] Syarh Al
Bukhari, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 18/93
[3] HR. Abu
Daud no. 3764. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
[4] Syarh Al
Bukhari, Ibnu Baththol, 18/121
[5] HR. Muslim
no. 2033
[6] HR. Muslim
no. 2033
[7] Nailul
Author, Muhammmad bin ‘Ali binn Muhammad Asy Syaukani, Idarotu Thoba’ah Al
Maniriyah, 9/34
[8] Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’ At
Turots, cetakan kedua, 1392, 13/204-205
[9] HR.
Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
[10] HR. Muslim
no. 2734
[11] Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 17/51.
[12] HR. Muslim
no. 2055.
[13] HR. Ahmad
2/344. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih
sesuai syarat Bukhari-Muslim.
Baca selengkapnya : https://rumaysho.com/1552-adab-makan-penuh-barokah-2.html
*Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc.*
-
Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
-
S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud
University, Riyadh, Saudi Arabia.
-
Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh
Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi.
-
Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin,
Panggang, Gunungkidul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar