Bismillahirrahmanirrahim
Jika kita bertanya pada seseorang, siapakah yang paling kenal dengan
si fulan? Mayoritas orang pasti akan menjawab keluarganya, yaitu
istrinya. Selain itu akan muncul jawaban shahabat dekatnya. Sekarang
jika ada yang bertanya kepada kita, siapakah yang paling mengenal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Ya, tentu para shahabat
beliau.
Lantas, apa definisi dari shahabat Nabi? Yang dimaksud dengan
shahabat adalah mereka yang bertemu dengan Nabi secara langsung, beriman
kepada Nabi dan mati dalam keadaan beriman. Jika ia beriman kepada Nabi
namun tidak bertemu Nabi, maka hal itu tidak disebut dengan shahabat.
Misalnya adalah Raja Najasyi. (Ta’liq Mukhtashar ‘ala matni Al-Aqidah
Ath-Thahawiyyah, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Mencintai para shahabat Nabi adalah salah satu pokok di antara
pokok-pokok seorang muslim yang benar aqidahnya. Karena banyak sekali
ayat dari Al-Quran dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
memuji para shahabat. Dan sudah sepantasnya, menjadi kewajiban kita
sebagai seorang muslim untuk mencintai dan mendoakan kebaikan kepada
para shahabat Nabi.
Pujian kepada Shahabat Nabi dari Al-Quran
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Bagi
orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri
mereka dan meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan
keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang
yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka juga
mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin) dan di
dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang mereka berikan
dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada diri mereka sendiri
walaupun mereka juga sedang berada dalam kesulitan” (QS. Al-Haysr : 8-9)
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang
yang terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka Allah
telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah
telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai
di bawahnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang sangat besar” (QS. At-Taubah : 100)
Dalam ayat ini, Allah sangat jelas memuji kaum Muhajirin (yang
berhijrah bersama Nabi dari Mekkah ke Madinah) dan kaum Anshar (yang
menolong para Muhajirin). Allah menjanjikan surga kepada para shahabat
dalam ayat ini.
Allah Ta’ala juga berfirman, “Sungguh Allah telah ridha kepada
orang-orang yang beriman (para shahabat Nabi) ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon (Bai’at Ridwan). Allah mengetahui apa yang
ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada
mereka dan membalas mereka dengan kemenangan yang dekat” (QS. Al-Fath :
18)
Pujian kepada Shahabat Nabi dari As-Sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
artinya), “Sebaik-baik umat manusia adalah generasiku (shahabat),
kemudian orang-orang yang mengikuti mereka (tabi’in) dan kemudian
orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut tabi’in).” (Muttafaqun
‘alaih)
Allah Ta’ala berkata kepada para shahabat yang mengikuti perang Badr,
“Beramallah sesuka kalian, sungguh aku telah mengampuni kalian” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda tentang para
shahabat yang ikut dalam Bai’atu Ridwan, “Tidak akan masuk neraka
seorang pun yang melakukan bai’at di bawah pohon (bai’atu ridwan)” (HR.
Muslim)
Larangan Mencela Shahabat Nabi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
“Janganlah kalian mencela seorang pun di antara para shahabatku. Karena
sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang
bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud, maka itu tidak akan bisa
menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar
genggaman tangan atau bahkan setengahnya” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas adalah kisah yang terjadi di antara dua orang shahabat
Nabi, yaitu Khalid bin Walid dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Karena sesuatu
hal, Khalid bin Walid mencaci ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Lihatlah wahai
saudaraku seiman, padahal keduanya adalah shabahat Nabi yang mulia,
namun Nabi melarang Khalid bin Walid mencela para shahabatnya. Jika
seorang Khalid bin Walid, shahabat Nabi yang mulia, dilarang mencela
para shahabat, lantas bagaimana dengan kita yang memiliki kedudukan
sangat jauh di bawah kedudukan beliau?
Kedudukan Shahabat Nabi pun Bertingkat-Tingkat
Meskipun disebut shahabat Nabi, kedudukan mereka
bertingkat-tingkat. Misalnya kaum Muhajirin itu lebih mulia dibandingkan
dengan kaum Anshar. Shahabat yang ikut perang Badr kedudukannya lebih
mulia dibandingkan dengan shahabat yang tidak ikut perang Badr. Bahkan
harta yang mereka keluarkan di masa-masa awal dakwah Islam, lebih besar
pahalanya dibandingkan saat Islam telah tersebar luas, meskipun harta
yang dikeluarkan sedikit.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak sama di antara kamu
orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan
(Al-Fath). Mereka itu lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu, dan masing-masing
Allah telah janjikan kebaikan (surga) untuk mereka” (QS. Al-Hadid: 10)
Yang dimaksud Al-Fath di sini kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
adalah perjanjian Hudaibiyah. Jadi, shahabat yang berperang dan berinfak
sebelum perjanjian Hudaibiyah, lebih utama dibandingkan shahabat yang
berperang dan berinfak setelah perjanjian Hudaibiyah. (lihat Al ‘Aqidah
Al Wasithiyyah)
Urutan keutamaan para Shahabat Nabi :
1. Khulafaur Rasyidin yang empat, yaitu Abu Bakr, ‘Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib.
2. Sepuluh shahabat yang dijamin masuk surga selain empat khulafaur
rasyidin di atas, yaitu Abu ‘Ubaidah ‘Amir bin Al Jarrah, Sa’ad bin Abi
Waqqash, Sa’id bin Zaid, Zubair bin Al Awwam, Thalhah bin ‘Ubaidillah
dan Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhum.
3. Para shahabat yang mengikuti Perang Badr, disebut juga Ahlul Badr
4. Para shahabat yang melakukan bai’at kepada Nabi di bawah pohon, disebut bai’atul ridwan
5. Para shahabat yang beriman dan berjihad sebelum perjanjian Hudaibiyah
6. Kaum Muhajirin secara umum
7. Kaum Anshar
(Ta’liq Mukhtashar ‘ala matni Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Syaikh Shalih Al-Fauzan)
Wajib Mengikuti Sunnahnya Para Shahabat
Semua kaum muslimin sepakat, bahwa yang dijadikan pegangan dan
pedoman dalam Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah. Namun As-Sunnah di
sini tidak hanya sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, namun
sunnahnya para shahabat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “…Maka
wajib bagi kalian untuk mengikuti sunnnahku dan sunnah khulafa ar
raasyidin yang mereka telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dan
gigitlah ia dengan gigi geraham…” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu
Majah. At-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih)
Maka jelaslah dalam hadits di atas, Nabi sendiri yang memerintahkan
untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah para shahabat beliau. Dan tidak
ada jalan bagi kita selain ta’at dengan apa yang Nabi perintahkan.
Penutup
Demikianlah tulisan singkat mengenai keutamaan shahabat Nabi. Sungguh
besar jasa mereka dalam membantu Nabi untuk menyebarkan dakwah Islam.
Tidak sepatutnya bagi seorang muslim untuk mengabaikan sunnah para
shahabat, apalagi mencela para shahabat. Jika kita mengaku mencintai
Nabi, maka cintailah juga para shahabat Nabi.
Sumber : Buletin At Tauhid
STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar